Uncategorized

nurulsee:

SEPENGGAL CERITA TENTANG RUMAH EJA

Minggu,
19 April 2014. Aku memiliki agenda mengajar anak-anak di Sejati Desa Sumber
Arum Moyudan Sleman Yogyakarta. Menempuh perjalanan selama satu jam dari
kota Jogja, jauh, panas, dan melelahkan. Namun, semua itu terbayar melihat
semangat dan antusiasme anak-anak disana untuk belajar. Mereka rajin dan
memiliki rasa ingin tahu yang besar. Aku ingat sekali, saat itu aku dan
teman-teman dari Jogja membawa beberapa buku cerita bergambar. Mereka saling
berebut untuk membaca. Satu buku dibagi untuk beberapa anak karena memang buku
yang kami bawa tidak sebanyak jumlah anak-anak disana. Mereka rela mengantri
hanya untuk dapat membaca sebuah buku. Sampai akhirnya waktu sudah terlalu
siang, acara belajar kami pun harus disudahi. Masih banyak anak-anak yang belum sempat
mendapat giliran membaca cerita. Wajah mereka terlihat sedih dan kecewa. Kami
pun menjanjikan kalau dua minggu lagi kami akan datang dan membawa lagi buku
ceritanya.

Seandainya
saja mereka punya banyak buku pasti mereka akan sangat senang bisa membaca buku
setiap hari tanpa harus menunggu kami membawakan buku untuk mereka. Namun,
kondisi keluarga mereka yang mayoritas adalah penenun dengan penghasilan pas,
sangat sulit bagi mereka untuk menganggarkan membeli buku anak yang harganya
mahal. Uang mereka sudah habis di dapur dan biaya hidup. Mereka berbeda sekali
dengan kita, kita bisa dengan mudah membeli buku yang kita mau. Kalaupun kita
tidak bisa membeli buku karena harganya mahal, kita masih bisa datang ke
perpustakaan kota yang menyediakan berbagai macam buku. Namun, lagi-lagi mereka
tidak bisa seperti itu. Letak desa mereka yang jauh dari pusat kota membuat
mereka kesulitan untuk sekedar pergi ke perpustakaan kota. Sebenarnya bisa saja
mereka mengusahakan pergi ke perpustakaan, tapi mengingat orang tau mereka yang
sibuk membanting tulang untuk mencari uang tidak punya waktu untuk mengantar
anak mereka jauh-jauh ke kota. Anak-anak hanya bisa pasrah menunggu kebaikan
hati orang-orang yang suka rela datang ke sana dan membawakan buku untuk
mereka.

Sejauh ini, kami sudah merencanakan sebuah Rumah Eja ‘Pe-La-Ngi‘
untuk anak-anak disana. Dengan runmah eja ini, mereka bisa dengan mudah belajar
dan membaca setiap hari di desa mereka tanpa harus menunggu kami datang membawa
buku. Pemuda desa disana juga sangat antusias dengan proyek rumah eja ini.
Mereka mencarikan pinjaman rumah, bekerja bakti membersihkan tempat, dan
nantinya mereka juga yang akan mengurus keberlanjutan rumah eja. Kami sering membayangkan
seperti apa nanti jadinya rumah eja ini. Dalam bayanagn kami, rumah eja akan menjadi
semacam perpustakan desa yang penuh buku, ramai dikunjungi anak-anak setiap
hari, dan dikelola dengan baik oleh pemuda desa. Menyenangkan sekali bukan?
Namun, sayang sekali kami tidak bisa mewujudkan semua itu sendirian. Kami tidak
mampu bergerak sendiri. Ya, kami butuh kalian. Kami butuh uluran tangan kalian.
Kami butuh dukungan untuk mewujudkan semua itu.

Saat
ini, di desa itu anak-anak bagai tinggal di dalam rumah tanpa jendela. Mereka tidak
bisa melihat apa-apa yang indah diluar sana. Di rumah itu, hanya ada satu
lubang kecil untuk mengintip keadaan dunia di luar sana. Mereka harus berdesakan,
mengantri demi menyaksikan keadaan di luar. Satu buku dari kita dapat menjadi
satu jendela di rumah mereka. Dua buku akan menjadi dua buah jendela. Tiga buku,
empat buku, dan seterusnya akan membuka jendela-jendela lainnya sehingga mereka
bisa dengan leluasa membaca apa yang ada di dunia di sekitar mereka. Mari
bersama-sama kita membantu lewat sebuah buku. Kenapa? Kalian merasa ragu? Ya,
kami mengerti maksud keraguan kalian. Kami pun sempat merasakannya. Sempat
terlintas bagaimana nanti kalau seandainya buku-buku yang kami sumbangkan hanya
tersusun rapi adlam rak-rak buku. Terkunci dalam sebuah rumah bernama
perpustakaan. Tidak ada tangan-tangan yang menyentuhnya, tidak ada yang membuka
apalagi membaca. Yang ada sampul-sampul buku itu semakin tebal oleh butiran
debu. Sedih bukan main.

Namun,
tenanglah kawan. Buku-buku kalian tidak akan bernasib seperti itu. Kalian masih
ragu? Mari bersama, tengoklah kesana. Sebuah dusun bernama Sejati Desa, Desa Sumber
Arum Moyudan Sleman Yogyakarta. Tengoklah betapa ramai anak-anak
berbondong-bonodng datang untuk membaca. Membaca di rumah eja yang saat ini
bukunya masih sangat terbatas, belum layak disebut taman baca. Saat ini, Teman-teman
bisa menyumbang dalam bentuk uang tunai, buku lama atau buku baru, membeli
merchandise Dreamdelion berupa gelang Dream On dan Kaos Dreamy.

Untuk Informasi Selengkapnya:

WA/SMS: Siti Nurul Hidayah 08563275033

Media sosial dreamdelion:

–         
Fanpage:
Dreamdelion Yogyakarta

–         
Twitter:
@DreamdelionYK

2

Leave a comment