Children and Parenting

Al-qur’an Sebagai Buku Pertama

IMG_20181128_185419_691

Selepas mengajar, ketika itu saya berkesempatan berbincang dengan sang ibu founder rumah qur’an di desa Jatihandap. Sebelumnya saya sudah mengetahui sedikit tentang kisah beliau karena diceritakan oleh teman saya.

Beliau adalah salah seorang work at home mom, seorang ibu yang bekerja di rumah. Sejauh yang saya tahu, selain menjadi Ibu rumah tangga, beliau juga aktif menulis buku anak-anak muslim. Selain itu, beliau juga rutin mengadakan kajian-kajian untuk para tetangga dirumah beliau bersama dengan suaminya. Bisa dibilang, keluarga mereka adalah salah satu keluarga yang layak dijadikan contoh sebagai keluarga berdaya, yang bermanfaat bagi keluarga-keluarga lainnya.

Agar bisa lebih akrab dengan beliau, saya memulai pembicaraan dengan beliau tentang buku-buku yang sudah beliau tulis.

“Ibu, sudah menulis buku apa saja?”

Beliau membalasnya dengan senyum, lalu menjawab, “ada banyak”

“Oh, begitu ya bu? lalu kalau buku ibu yang terakhir tentang apa?”

Beliau tidak menjawab, tiba-tiba beliau berdiri dan berjalan ke dalam rumah. “Sebentar ya, Mbak Nisa”.

Lalu, sang ibu memberikan buku terbarunya masih tersampul plastik. “Ini buat mbak Nisa”

Sungguh saya sangat bahagia sekali pagi itu, dapat rezeki sebuah buku yang langsung diberikan oleh penulisnya. Sambil berharap dan berdoa semoga Allah membalas kebaikan beliau dan semoga semangat menulisnya beliau bisa menular juga ke saya.

Karena sudah di jemput, saya pun pamit pulang. Seperti biasa saya yang talkactive, langsung bercerita kepada suami tentang hadiah yang baru saya dapat.

“Bang ini akan jadi buku pertama kakak”

Kenapa buku pertama? karena selama hamil, saya belum pernah membeli buku fisik untuk anak. Kalau mengajak si kakak bayi diperut belajar, biasanya saya masih mengandalkan cerita-cerita nabi dan sahabat yang tersedia secara online. Atau lebih parahnya lagi (mungkin bisa dibilang begitu), kalau saya baca buku, jurnal, atau materi reading IELTS, kadang-kadang saya akan bacakan dengan suara nyaring biar bisa didengar juga sama kakak bayinya.

Ya begitulah kegiatan si kakak bayi belajar dan dengar cerita. Enggak selalu cerita yang khusus buat anak-anak. Makanya ketika dapat buku dari sang ibu, saya jadi lebih bahagia.

Kemudian, suami saya merespon bahwa itu bukan buku fisik pertama sebenarnya. Karena buku pertama buat si kakak bayi adalah Al-qur’an. Jadi, nanti kalau si kakak sudah lahir, yang harus di branding pertama kali adalah “Al-qur’an adalah buku pertamaku”.

Ah ya, benar juga kata suami saya. Selama ini kan sudah berjuang membacakan ayat-ayat Al-qur’an agar si kakak bayi bisa mendengar dan merasa tenang. Yang paling awal di baca hingga khatam adalah Al-qur’an daripada buku-buku yang lain.

Setelah membranding Al-qur’an sebagai buku pertama kakak bayi, barulah nanti diperkenalkan buku-buku yang lain. Buku cerita khusus anak-anak, buku cerita para nabi dan para sahabat, dan buku-buku lainnya.

Jadinya sekarang, kalau sudah selesai mengaji, barulah kakak bayi saya ajak untuk membaca buku cerita yang diberikan oleh sang ibu tadi. Judul bukunya, Belajar Hijaiyah Sambung dengan 28 Dongeng Kerajaan. Cerita dongengnya bagus-bagus, karena mencakup materi akhlaq-akhlaq yang baik sebagai seorang muslim.

Kedepannya, pengen terus mengkoleksi buku-buku karangan sang ibu, namanya Tethy Ezokanzo yang pada akhirnya saya baru tahu kalau karya beliau itu jumlahnya sudah ratusan. MasyaAllah, semoga berkah.

So, buat para ibu dan calon ibu, mari kita berjuang mencerdaskan generasi anak-anak kita dengan membacakan, mengajarkan Al-qur’an kepada anak-anak kita dan juga membersamai mereka dengan buku-buku yang bermanfaat. Selamat berjuang!

Leave a comment