Children and Parenting · Semesta dan Bunda

Jangan Bohong!

Kemarin, akhirnya aku dan anakku Haqqi bisa berkunjung ke Pustakalana Children’s Library. Sebenarnya niat mau main ke perpus ini sudah lama banget. Tapi selalu tertunda. Agar semua keinginanku tidak wacana. Maka ku lawanlah kemageran ku kemarin selepas mengajar untuk memesan taxi online ke pustakalana.

A7E142E5-66DA-4327-8F0F-C4F147BC0C2D

Tujuan awalnya adalah untuk melakukan studi banding. Karena dari dulu ku pengen banget punya perpus pribadi tapi terbuka untuk umum. Nah pustakalana ini aku nominasikan sebagai perpus yang aku survey, sebelum nantinya ku berniat survey perpus anak diberbagai belahan dunia…Aamiin.

Singkat cerita, sampailah kami di pustakalana yang ternyata ada dilantai dua sebuah restaurant di Bandung. Sempat memutar beberapa kali, karena tidak kelihatan. Disana, aku dan Haqqi bertemu dengan seorang pustakawannya. Kami diperbolehkan membaca buku dahulu, bayarnya nanti. Setiap kedatangan non member dikenai biaya 10K. Kalau mau jadi member bayar 75K. Saat itu, aku belum berniat menjadi member. Minggu depan mungkin saya akan mendaftarkan Haqqi biar dia semakin cinta buku. Di Pustakalana, bukunya bagus-bagus dan rata-rata berbahasa inggris. Sungguh riang hatiku.

5EE495AA-E884-4CE5-9099-DA95AA2EC4F9

Aku mulai membacakan buku untuk Haqqi yang ku ambil secara random. Namun anakku lebih tertarik dengan anak lain. Dia lebih suka berteman ternyata. Dia mendekati seorang anak yang sedang bermain dengan ibunya. Karena sang ibu tersebut terlihat terganggu dengan anakku, maka ku ambil Haqqi dari mereka agar tidak terlalu dekat.

Setelah itu, kami membaca buku bersama sebentar. Sampai akhirnya Haqqi lebih tertarik dengan sebuah roda yang ada dibawah kereta dorong. Dia mau ambil rodanya. Yasudah, aku biarkan saja dia melakukan apa yang dia suka sambil terus kuperhatikan.

Kemudian, ibu dan anak tadi pulang. Tak lama datanglah seorang ibu lain dan anaknya. Mereka bercerita tentang serangga. Sang ibu sangat apik membacakan cerita ke anaknya dan anaknya pun sangat antusias bertanya. Ku sangat senang melihat mereka dan ternyata Haqqi juga tertarik.

Lagi, lagi. Naluri suka berteman anakku muncul lagi. Dia mendekati anak itu. Tapi Alhamdulillah mereka lebih terbuka, mau menerima Haqqi dan mengajak Haqqi bermain. Haqqi tambah senang, si anak ibunya pun senang. Mereka berkejar-kejaran dan Haqqi tak malu-malu ingin memeluk anak tersebut.

Hingga sampai pada ketertarikan Haqqi berubah, dia pergi ke kolong rak buku yang ada disudut. Tangannya ingin meraih sesuatu. Ku tarik Haqqi ke luar agar kepalanya tidak terbentur rak buku. Tapi dia balik lagi. Ku mencoba lihat apa yang ada disana. Oh…ternyata ada sebuah batu. Berdebu dan kotor. Tentu saja, tak ku berikan batu itu pada Haqqi. Karena dia sedang menghadapi fase oral, dimana semua benda akan dimasukkan kedalam mulutnya.

Ku tak menyangka….

Ku ambil batu tersebut dan ku simpan di atas rak buku. Haqqi tidak suka dengan apa yang aku lakukan, dia sedikit berteriak ingin diberikan batu tersebut.

“Jangan yaa nak…batunya kotor. Enggak boleh”

Haqqi tetap memintanya.

Lalu aku melanjutkan, “Jangan nak, habis…habiss!”

Kemudian, ku sangat terkejut dengan perkataan anak ibu itu

“JANGAN BOHONG, DONG”

Ku langsung menatapnya

“JANGAN BOHONG DONG, ITU BATUNYA MASIH ADA, KELIHATAN ADA DIATAS SANA”

Deg, dadaku sesak. Iyaa, aku sudah berbohong sama anakku karena bilang, “HABIS-HABIS”

Kemudian ku ralat perkataanku…

“Iyaa, jangan ya nak, batunya kotor, Bunda gak mau nanti Haqqi makan batu yang kotor”

Akhirnya, anak itu tidak mengkritisiku lagi.

Perkataannya siang itu sangat menyadarkanku bahwa ada hal-hal yang tanpa aku sadari tidak baik dalam pengasuhan ku ke anakku. Salah satunya berbohong yang tanpa disadari.

Ah, terima kasih Allah telah mengirimkan guru kecil bernama TALA. Aku berharap nanti Haqqi juga akan bisa terdidik dengan integritas yang tinggi seperti dia. Dan semua itu, harus dimulai dari diriku, Bundanya.

Betapa Indonesia ini butuh anak-anak yang berintegritas tinggi dimasa depan. Negara kita butuh orang-orang seperti itu. Yang ketika dewasa, mereka bukanlah bagian dari calon koruptor negeri. Tapi harus menjadi penjaga negeri ini. Salah satu karakter yang harus dibangun sejak dini adalah integritas.

Bicara tentang integritas, saya teringat dengan kisah seorang teman. Dia punya teman, yang kuliah di LN dengan beasiswa negara. Ketika disana, sang temannya teman tersebut, tidak meng-tap kartunya saat turun dari sebuah bus. Which means, dia enggak bayar busnya. Hal kecil mungkin menurutnya, demi menghemat beberapa euro, dia rela menggadaikan integritasnya. Tapi ini miris sekali…

Ah, aku jadi malu…

Ingin mencetak generasi cerdas yang berintegritas dan jadi pemimpin bangsa, tapi ternyata masih banyak hal kecil yang luput dari kesadaranku dalam mengasuh anakku.

Semoga nantinya, anakku bukanlah bagian dari orang-orang yang tidak meng-tap biaya busnya. Bukan bagian dari para koruptor yang semakin merusak negeri ini. Semoga Haqqi bisa menjadi pemimpin yang cerdas, berintegritas, dan di sayangi banyak orang.

Mulai dari sekarang…semuanya berawal dari didikan seorang ibu. Yaitu aku.

Terima kasih, sudah mengingatkan, Tala.

Terima kasih sudah berteriak “JANGAN BOHONG DONG!”

Bandung, 13 September 2019

Leave a comment